Opini: Intimidasi Dan Dicari-Cari Kesalahan, Resiko Menohok Para Wartawan
PROFESI WARTAWAN tampak sangat hebat di mataku. Bagaimana tidak, sebelum masyarakat mengetahui sebuah kejadian, informasi, atau isu, wartawan pasti jadi orang pertama yang tahu dan mengejar informasi tersebut untuk disebarkan ke khalayak banyak.
Hebat kedua, wartawan bisa berbicara dengan siapa saja, dari semua kalangan, strata sosial, suku, daerah, bahasa, dan budaya. Mereka bisa jadi terlibat percakapan seru dengan tokoh politik, perbincangan hangat dengan seseorang yang kaya prestasi dan inspirasi, atau cerita hebat dari tokoh legedaris kaya perjuangan, bahkan wawancara eksklusif dengan orang penting dan ‘menantang’ Kapolres misalnya, atau mengungkap sebuah kasus besar misalnya.
Tangan mereka luwes menulis, mata mereka gemar menekuri bacaan dan riset, otak yang terus terasah untuk meramu bahan jadi tulisan berkesan sarat pesan. Jadi wartawan pun harus peka terhadap segala sesuatu, isu yang berhembus, hal yang ramai diperbincangkan, atau akibat dari sesuatu yang sedang marak di masyarakat. Wartawan punya intuisi yang brilian, tahu bagian paling ‘rahasia’ yang harus digali untuk mendapatkan info-info berharga.
Dari kesekian alasan, itulah mengapa saya ingin menjadi wartawan. Apalagi kalau wartawan yang ditugaskan ke daerah-daerah mencari bahan-bahan eksklusif untuk dijadikan bahan membuat ramuan bernama tulisan. Lantas, mulailah aku mengikuti diklat-diklat jurnalistik waktu itu.
Mencoba menulis amatir melalui sebuah media independen buatan mahasiswa dan magang di sebuah perusahaan media. Mengawal aksi-aksi mahasiswa dan menuliskannya dalam berita. Ikut hadir saat aksi Hari Buruh, Hari Kebebasan Pers Internasional, aksi peringatan Hari Sumpah Pemuda, aksi mahasiswa yang tak setuju atas kebijakan tertentu. Beberapa kali pula hadir dalam diskusi bersama organisasi-organisasi. Berkumpul bersama jurnalis senior, ‘membaca’ apa yang mereka bicarakan,
Secara langsung melalui pena masa itu, di tuntut bagaimana memiliki ide dan kreatif, berangkat dari hal tersebut membuat penulis begitu melakoni profesi ini, selain hobi pada bidang-bidang diatas pun hobi keliling, hal tersebut membulatkan tekad untuk menggeluti profesi ini semenjak akhir masa kuliah. Notabenenya, menjadi seorang jurnalis bukanlah suatu hal yang mudah, mendedikasikan seluruh hidup untuk memberikan informasi yang valid berdasarkan fakta-fakta yang ada dan ditemukan.
Menyuarakan kebenaran informasi sudah menjadi prinsip hidup dan memperjuangkan pemberitaan. Kata orang menjadi seorang wartawan harus rela mengorbankan tenaga, waktu tidur istirahat demi menghasilkan suatu berita yang berkualitas.
Namun bagi versi penulis profesi ini adalah profesi melebur, bagaimana kita menjalaninya, jalan-jalan keluar rumah bisa menjadi sebuah berita, tidurpun bisa menjadi karya atau bahkan sedang duduk ditaman lalu melihat lalu lalang pencari rongsokan yang mencari sebongkah sisa botolan juga bisa dijadikan sebuah karya jurnalistik, asal bagaimana kita memandang dari berbagai sisinya.
Penulis hidup di media yang dituntut untuk mengirim berita maksimal empat sehari, berada dimedia yang digandeng dengan promedia membuat editor benar-benar menuntun para wartawannya untuk mencari isu terkini dan berkualitas, dan memang apa yang ditulis adalah apa yang dibutuhkan oleh pembaca.
Dengan segelumit cerita yang penuh sensasional di atas penulis mencoba meramu dan menceritakan pengalaman hidup menjadi jurnalis dari masa itu.
Terkadang duka, tarkadang ada suka, begitu lah hidup yang kami lalui. Begitulah terkadang teman?. Sungguh, tapi ya sudahlah, cerita ini hanya segelumit yang terlintas dalam imajinasi penulis saja. Yang akhir-akhir ini informasi menohok yang penulis terima, sehingga penulis ingin mengungkapkan kekeselan itu dengan sebuah tulisan. Tulisan yang akan saya beri judul kelat “Tolak Tambang Emas Ilegal, Wartawan Vs Oknum”, ngeri-ngri sedap.
Kesimpulannya apa ya?? Baik lah mungkin kesimpulannya seperti ini saja, semoga dengan ada tulisan yang menohok ini, para wartawan tetap terjaga, terhindar dari operasi senyap, tidak di cari-cari kesalahannya, tidak di intimidasi dan tidak dikriminalisasi, Salam akal sehat.
Penulis : Ketua PJS Pasbar Idenvi Susanto